Pada
umumnya di jaman sekarang cara belajar dan gaya hidup mahasiswa sudah
sedikit berbeda, kebanyakan cara belajar mahasiswa jaman sekarang tidak
bersungguh-sungguh, mereka masih suka menyepelekan mata kuliah yang
mereka tidak sukai. Bukanya terus belajar agar mereka bisa menguasai
mata kuliah yang mereka tidak sukai, tetapi kebanyakan mahasiswa jaman
sekarang malah membolos pelajaran yang tidak mereka sukai tersebut. Jika
terus begitu maka sama saja mereka tidak menghormati dan menghargai
orang tua mereka yang telah susah payah telah bekerja keras untuk
membiayai kuliah mereka. Banyak faktor-faktor yang menghalangi mereka
serius dalam belajar, diantaranya adalah :

1. Kurangnya Pendidikan di Dalam Keluarga
Di
tengah derasnya arus modernisasi yang melanda Indonesia berakibat
terkikisnya nilai-nilai agama di kalangan masyarakat. Keluarga sebagai
unit terkecil dari masyarakat seharusnya mempunyai tanggung jawab
sebagai benteng terakhir untuk menaggulangi krisis tersebut. Proses
modernisasi yang terjadi dalam masyarakat cenderung kurang memperhatikan
pendidikan agama di lingkungan rumah tangga. Dengan kemajuan pendidikan
yang diperoleh perempuan, tanggungjawab ekonomi keluarga sekarang ini
bukan lagi dipikul oleh laki-laki tetapi juga perempuan. Dengan
kesibukan kaum ibu bekerja maka pendidikan agama bagi anaknya kurang
dikontrol, padahal tidak semua aspek pendidikan agama bisa diberikan
sekolah yang hanya beberapa jam saja.
Selain
itu, dalam kehidupan sehari-hari juga sering terlihat bahwa orang tua
tidak memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya dalam hal yang
berpengaruh terhadap pembentukan sikap keagamaan anak. Misalnya saja,
acap terlihat bahwa orang tua yang menyuruh anknya sholat dan mengaji,
tetapi kedua orang tuanya tersebut tidak mengaji dan sholat, bahkan ada
orang tua yang menyuruh anaknya berpuasa, namun kedua orang tuanya makan
di siang hari, lalu ketika anak bertanya kepada orang tuanya, kenapa
ibu atau bapak tidak puasa-jawaban yang diterima adalah, “ini bukan
urusanmu. Ini urusan orang tua”. Jawaban atau sikap orang tua seperti
ini jelas tidak mendukung penanaman nilai-nilai ajaran agama kepada
anak. Bahkan mungkin buruk pengaruhnya kepada anak bersangkutan.
Dalam
proses pendidikan anak, peran orang tua memang sangat menentukan. Soal
ini agaknya, tidak bisa orang tua berlepas begitu saja. Untuk kalangan
orang tua yang mampu, terutama di kota besar sekarang ini memang terihat
mempunyai kepedulian terhadap anak. Antara lain dengan mendatangkan
guru mengaji atau ustadz ke rumah mereka. Namun tentu saja ini pun belum
menyelesaikan masalah, sebab yang terpenting adalah bahwa bahwa orang
tua harus memberikan contoh-contoh yang baik kepada anak. Seorang anak
yang mendapat pendidikan agama dari ustadznya, sementara pendidikan yang
diterimanya itu berlawanan dengan perilaku orang tuanya tentu saja akan
mengalami split personality ( Kepribadian yang pecah ). Karena apa yang
diterimanya dari guru agama kontradiksi dengan perilkau yang dilihatnya
terhadap kedua orang tuanya. Dari sinilah pentingnya contoh yang baik
dari orang tua. Bagi orang tua yang tidak mendapat pendidikan formal
yang lebih baik, dan secara ekonomis juga kurang mampu nampaknya juga
perlu diberi bekal pengetahuan agama.
Suatu
penataran atau kursus yang sederhana agaknya perlu diberikan buat mereka
secara praktis. Ini mungkin dilakukan oleh lembaga-lembaga Islam yang
mau secara sukarela melakukannya. Ini terutama mengingat, seperti
diuraikan di muka, karena keluargalah yang paling berpengaruh dalam
memberikan watak anak. Bukanlah hadits pernah mengatakan yang artinya,
anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang
menyebakan mereka menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. Ini peringatan
bahwa tanggungjawab pendidikan agama bukan hanya di sekolah tapi
keluarga.
2. Salah Pergaulan
Personality
mahasiswa di era sekarang juga masih jauh dari kemandirian dan
kedewasaan dan terus semakin larut dengan masuknya berbagi bentuk budaya
barat. Hal ini tentunya akan menjadi batu sandungan ketika mahasiswa
dibenturkan dengan berbagai budaya tersebut, sehingga semangat dan jiwa
nasionalisme mahasiswa sebagai pemuda bangsa semakin hari semakin
terkikis. Banyakmahasiswa tidak bisa berfikir lebih
luas, melainkan pikiran mereka masih seperti anak SMA yang inginnya
masih bersenang-senang dan tidak bisa memilih dan memilah teman yang
serius dalam menuntut ilmu di kampus ( kuliah ), teman yang
berkepribadian positive agar mereka yang masih semaunya dalam kuliah
menjadi sadar dan bisa merubah perilaku mereka, bahwa di rumah orang
tuanya sudah menanti-nanti kelulusan- kelulusan anaknya tersebut, dan
pasti mereka ( orang tua ) juga mendoakan kita agar kelak menjadi orang
yang bisa membuat bangga orang tua kita. Penyimpangan mahasiswa yang
banyak terjadi pada masa kini, diantaranya adalah :
Ø Pergaulan Bebas yang Membudaya
Seks
bebas sudah menjadi suatu bentuk pergaulan yang membudaya bagi sebagian
besar mahasiswa Yogyakarta. Mereka menganggap seks bukan lagi sesuatu
yang tabu untuk dilakukan, meskipun tanpa ikatan pernikahan yang sah.
Banyak diantara para mahasiswa yang bermesraan dilanjutkan dengan
hubungan seks dengan pasangannya di tempat kost. Hal ini dapat dilakukan
karena tidak adanya pengawasan dari pihak pemilik rumah kost, ditambah
lagi masyarakat sekitar yang cenderung tidak mau tahu dengan apa yang
terjadi di lingkungan mereka.
Salah seorang
mahasiswa sebuah PTS di Jogja bahkan mengaku kalau dia menjadi bagian
dari gaya hidup seks pra nikah sejak tahun 2000. Awalnya, dia mengaku
hanya ingin mencoba saja dengan pacarnya, tetapi karena merasa
ketagihan, dia menjadikan hubungan seks itu sebagai rutinitas
sehari-hari. Dia merasa gelisah dan pusing bila tidak melakukan hubungan
intim, hanya hari Minggu saja mereka "libur". Permintaan untuk
bersetubuh (make love/ML) menurutnya datang dari kedua belah pihak. Dan
dilakukan dengan cara-cara halus. "Ya... kalau pacar saya sudah masuk
kamar dan tidur di kasur berarti dia ngajak ML. Sebaliknya, kalau saya
pura-pura setrika terus kegerahan, buka baju, berarti ya kita bakalan ML
atas permintaan saya," ungkapnya.
Aktivitas
seks mahasiswa atau mahasiswi ini umumnya tidak diketahui oleh orang
tua mereka. Sebaliknya, pemilik rumah kost atau warga sekitar tempat
mahasiswa atau mahasiswi bersangkutan melepaskan nafsunya terkesan tutup
mata terhadap perilaku tersebut. Karenanya, tidak heran bila pergaulan
bebas di sekitar kampus terus berkembang. Melakukan hubungan badan
sebenarnya merupakan hal tidak pantas dilakukan mahasiswa. Selain karena
belum waktunya, juga melanggar norma agama. Jika ada yang nekad
melakukan itu,bisa berdampak negatif, terutama bagi si wanita.
Ditilik
lebih jauh, pergaulan bebas anak muda sedikit banyak dipengaruhi oleh
sajian media massa. Harus diakui bahwa acara-acara televisi kurang
mencerminkan contoh perilaku positif dalam interaksi dengan lawan jenis.
Artis-artis yang tidak terikat pernikahan menampakkan gaya hidup yang
kurang mendidik. Saling berciuman dan berpelukan sudah menjadi kebiasaan
lumrah antar artis lawan jenis di layar kaca. Sinetron-sinetron yang
ditayangkan hampir minim mengisahkan perjalanan dan perjuangan meraih
cita-cita. Tidak ada etos belajar dan akademik yang disuguhkan, tetapi
lebih pada budaya hedonis dan roman picisan. Pengaruh media massa ini
tidak hanya televisi, tetapi juga tabloid, koran dan majalah. Pamer
bagian tubuh tidak lagi tabu, padahal disadari atau tidak disadari bisa
menimbulkan efek negatif. Gairah seksual dibangkitkan dan dimungkinkan
menyebabkan perilaku seks bebas. Jika sudah memiliki pasangan, maka
tinggal menunggu tanggal main. Bagi yang belum berpasangan bisa mencari
pasangan di tempat-tempat mesum. Lebih gila lagi, anak-anak usia sekolah
ikut-ikutan bermain mengumbar seks antar lawan jenis. Apa yang terpapar
di atas tak dipungkiri menjadi realitas di atas panggung kehidupan
anak-anak muda. Lalu pertanyaannya, wajarkah fenomena tersebut? Jika
memang wajar, maka moralitas tinggal sebuah nama yang terpampang di
pusara.
Perang budaya telah terjadi. Budaya
adiluhung bangsa kita telah tercemari virus-virus budaya Barat. Tata
nilai Barat didengungkan dan dipropagandakan hingga merasuk ke tulang
sumsum anak-anak muda jaman sekarang. Tidak masalah melakukan pergaulan
bebas jika didasarkan suka sama suka. Bahkan, berhubungan intim (sex
before married) sah-sah saja asalkan perut tidak membesar alias
mengandung.
Ø Konsumsi Minuman Keras dan Narkoba
Beberapa
remaja dapat terjerumus ke dalam masalah narkoba dan miras karena
pengaruh dari lingkungan pergaulan. Mereka yang memakai selalu mempunyai
“kelompok pemakai”. Awalnya seseorang hanya mencoba-coba karena
keluarga atau teman-teman menggunakannya, namun ada yang kemudian
menjadi kebiasaan. Pada remaja yang “kecewa” dengan kondisi diri atau
keluarganya, sering menjadi lebih suka untuk mengorbankan apa saja demi
hubungan baik dengan teman-teman khususnya. Adanya “ajakan” atau
“tawaran” dari teman serta banyaknya film dan sarana hiburan yang
memberikan contoh “model pergaulan modern” biasanya mendorong mereka
kepada pemakaian secara berkelompok. Apabila seseorang telah menjadi
terbiasa memakainya dan karena mudah untuk mendapatkannya, maka dia akan
mulai memakainya sendiri sampai tahu-tahu telah menjadi ketagihan dan
sulit disembuhkan.
Jika Beberapa remaja dapat
terjerumus ke dalam masalah narkoba dan miras karena pengaruh dari
lingkungan pergaulan. Mereka yang memakai selalu mempunyai “kelompok
pemakai”. Awalnya seseorang hanya mencoba-coba karena keluarga atau
teman-teman menggunakannya, namun ada yang kemudian menjadi kebiasaan.
Pada remaja yang “kecewa” dengan kondisi diri atau keluarganya, sering
menjadi lebih suka untuk mengorbankan apa saja demi hubungan baik dengan
teman-teman khususnya. Adanya “ajakan” atau “tawaran” dari teman serta
banyaknya film dan sarana hiburan yang memberikan contoh “model
pergaulan modern” biasanya mendorong mereka kepada pemakaian secara
berkelompok. Apabila seseorang telah menjadi terbiasa memakainya dan
karena mudah untuk mendapatkannya, maka dia akan mulai memakainya
sendiri sampai tahu-tahu telah menjadi ketagihan dan sulit disembuhkan.
Jika
memakai Narkoba/Miras telah menjadi kebiasaan, maka kita menjadi
ketagihan sehingga sulit menghilangkan keinginan untuk menggunakannya.
Sulit menghilangkan, karena zat-zat itu telah meresap ke dalam tubuh dan
perasaan, sehingga “menuntut” untuk dipenuhi. Obat atau minuman keras
itu memang menimbulkan efek ketergantungan, namun yang terutama
sebenarnya adalah ketergantungan pada kelompok, yaitu adanya rasa
“diakui” mempunyai identitas yang sama dengan mereka, yaitu teman-teman
sekelompoknya yang “modern dan pemberani”. Meskipun demikian ketagihan
obat memang dapat menimbulkan “demam’ atau “rasa nyeri” yang berlebihan
dan baru akan sembuh jika yang bersangkutan menggunakan obat itu. Maka
orang yang telah ketagihan, tidak jarang menjadi pencuri, pemalak, atau
mendapatkan apa saja untuk dipakai membeli narkoba.
Memakai
Narkoba/Miras telah menjadi kebiasaan, maka kita menjadi ketagihan
sehingga sulit menghilangkan keinginan untuk menggunakannya. Sulit
menghilangkan, karena zat-zat itu telah meresap ke dalam tubuh dan
perasaan, sehingga “menuntut” untuk dipenuhi. Obat atau minuman keras
itu memang menimbulkan efek ketergantungan, namun yang terutama
sebenarnya adalah ketergantungan pada kelompok, yaitu adanya rasa
“diakui” mempunyai identitas yang sama dengan mereka, yaitu teman-teman
sekelompoknya yang “modern dan pemberani”. Meskipun demikian ketagihan
obat memang dapat menimbulkan “demam’ atau “rasa nyeri” yang berlebihan
dan baru akan sembuh jika yang bersangkutan menggunakan obat itu. Maka
orang yang telah ketagihan, tidak jarang menjadi pencuri, pemalak, atau
mendapatkan apa saja untuk dipakai membeli narkoba.
3. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan
perkembangan pola pikir mahaiswa, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar.
Terhadap
faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang
berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu mahasiswa mulai
mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan
diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu
senantiasa tersedia di sekitarnya. Sejauh mana pengaruh lingkungan itu
bagi mahasiswa, dapat kita ikuti pada uraian berikut :
Ø Lingkungan Kampus
Mengamati
kebiasaan mahasiswa yang kurang baik di kampus rasanya perlu, setiap
orang meninjau kembali; sebenarnya apa yang sedang dicarinya. Terlebih
bila melihat bahwa output yang dihasilkan sebagai seorang tenaga
pendidik dan konsultan. Untuk menjadi tenaga pendidik yang berbeda
–misalnya-- pastinya dibutuhkan sebuah idealisme. Idealisme bahwa dia
adalah ujung tombak peningkatan sumber daya manusia di bumi tempai ia
berpijak. Maka seharusnya tindakan-tindakannya juga harus mencerminkan
calon pendidik yang berkepribadian. Mari kita cermati beberapa kebiasaan
buruk yang membudaya di lingkungan kampus secara umum saat ini, dengan
maksud merubahnya menjadi baik, adalah sebagai berikut ;
Copas (copy paste) saat mengerjakan tugas.
Perbuatan
yang tidak kreatif, malas belajar dan sangat merugikan diri sendiri.
Bisa dibayangkan, dengan mudahnya karya seseorang di copas begitu saja.
Belum tentu apa yang ada dalam fikirannya sama dengan si penulis yang
dengan susah payah tentunya dia menorehkan karyan tulisnya. Disamping
tidak kreatif, hal ini memprihatinkan. Sebab, dosen bisa saja salah
mendiagnosa kemampuan mahasiswa, yang dikiranya baik dalam mengerjakan
tugas, ternyata hanya seorang plagiat yang tidak mauberupaya berkarya
atas kemampuan dirinya. Sayang kalau hal ini terjadi di lingkngan kampus
kita ini.
Menyontek waktu ujian.
Tidak
dibenarkan. Siapapun yang memandang itu biasa, bisa dipastikan dia
sedang sakit(?). Bagaimanapun juga perbuatan curang seperti ini tidak
ada untungnya sama sekali. Hal ini menjadi biasa, karena adanya
kesempatan dan pembiaran oleh pengawas. Bila menginginkan hasil ujian
baik, maka perlu ada evaluasi dari cara belajar mahasiswa dan pengawasan
waktu ujian
Malas kuliah
Ada
anggapan, kalau menjadi mahasiswa maka saatnya kebebasan. Belajar semau
gue, main semaunya dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar.
Kebanggaan menjadi seorang mahasiswa diberi simbul dengan; nama PT,
fakultas dan jurusan, aktivitas cinta alam dan fashion. Ibaratnya kampus
hanya menjadi simbol identitas, mengenai konten intelektualitas masih
banyak dikesampingkan. Sayang memeng, tapi itu banyak terjadi dan sangat
dinantikan oleh siswa-siswa SMA.
Internetan, SMS-an, chating dan lupa buka-buka buku
Kampus
sebagai tempat berkumpulnya intelek dan calon intelek, menjadi lahan
basah kecanggihan teknologi. Tidak sediki provider seluler menancapkan
cakarnya di kampus-kampus PT. Baik HP maupun WiFi sudah bukan lagi
barang mewah. Dengan alasan memudahkan akses fasilitas kampus –lihat
nilai, mata kuliah, dosen wali dsb— teknologi sistem informasi merambah
kampus. Sehingga, kita bisa dengan mudah melihat mahasiswa lebih asyik
browsing internet, SMS-an dan chating, dibandingkan harus duduk manis di
perpustakaan yang membosankan dengan segudang birokrasinya. Budaya buka
buku sudah berubah dengan budaya pijat tuts.
Ø Lingkungan Masyarakat
Manusia
sebagai makhluk sosial yang memiliki hubungan timbal balik dengan
lingkungan sekitarnya, baik lingkungan fisik, lingkungan biologis,
maupun lingkungan sosial satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi.
Lingkungan sering dikatakan secara sempit, seolah-olah lingkungan
hanyalah alam sekitar di luar diri manusia/individu. Lingkungan
sebenarnya mencakup segala aspek, baik materiil dan stimuli di dalam dan
luar diri individu manusia
Lingkungan masyarakat adalah
sebagai segala sesuatu yang berada di luar diri anak dan mempengaruhi
perkembangannya (Ubaiyah, 1998:209). Lingkungan yang buruk dapat
mempengaruhi pembawaan yang baik, tetapi lingkungan yang baik belum
tentu dapat menjadi pengganti suatu pembawaan yang baik. Bila lingkungan
sekitar merupakan lingkungan yang baik dan kondusif untuk belajar, maka
dengan sendirinya masyarakat penghuni lingkungan tersebut akan
terpanggil atau terpengaruh untuk beljar dengan baik. Sebagai contoh :
kondisi masyarakat di pedesaan yang kebanyakan bekerja sebagai petani,
maka orang-orang di sekitar itu akan ikut terpengaruh untuk bertani.
Demikian juga jika pada lingkungan tersebut belajar yang baik sudah
menjadi budaya, maka para penghuni lingkungan tersebut bisa terbawa ke
dalam lingkungan belajar.
Uraian di atas
mengisyaratkan bahwa watak atau kepribadian seseorang selain ditentukan
oleh potensi dasar yang dimilikinya juga ditentukan oleh lingkungan.
Faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial
memberikan andil yang kuat dalam pembentukan, penempatan potensi-potensi
dasar yang dimiliki oleh anak serta dalam memotivasi belajar anak.
Sehingga seorang anak didik akan akan beruntung bila mendapatkan
lingkungan yang baik, demikian pula sebaliknya anak didik akan sangat
rugi bila kebetulan bergaul dengan lingkungan yang kurang baik.
http://latiefnews.blogspot.com/2012/04/mahasiswa-antara-belajar-dan-gaya-hidup.html